Berdamai Dengan Masa Lalu



Masa lalu. Semua makhluk hidup maupun yang tidak hidup punya masa lalu. Manusia, hewan, tumbuhan, bahkan sebuah negara pun punya masa lalu. Berbicara tentang masa lalu, terbagi atas dua jenis. Masa lalu yang baik dan masa lalu yang buruk.
Kalo kita punya masa lalu yang buruk, terkadang kita susah sekali untuk berdamai dengan masa lalu. Kita selalu tidak bisa memaafkan kesalahan yang terjadi di masa lalu dan membawanya hingga sekarang atau nantinya. Misalnya di masa lalu si A pacaran dengan si B, lalu berantem dan akhirnya putus. Lalu, sampai sekarang mereka berdua tidak ngomong satu sama lain. Ini adalah contoh orang yang tidak bisa berdamai dengan masa lalu. Tidak bisa memaafkan. Pada akhirnya memutus tali silaturahim antar mereka. And that's not good.
Kalo bicara konteks negara, kita ambil contoh negara Jerman. Buat yang udah pernah ke Jerman pasti ngerti. Ketika kita ke Jerman khususnya ke ibukotanya, Berlin. Kita akan mendapati ada sentimen yang kuat bahwa orang Jerman malu terhadap masa lalunya.
As we know, pada Perang Dunia II, kekejaman Jerman itu sangat luar biasa dan melegenda. Kalo ga salah hingga jutaan umat Yahudi dibunuh oleh kelompok Nazi yang dipimpin oleh Adolf Hitler. Tapi, pada intinya mereka sadar dan meminta maaf pada dunia dan bisa menjalani kehidupan mereka.
Hal yang serupa terjadi di Australia. Terhadap masyarakat indigenous atau dulu kita sering menyebutnya suku Aborigin (sekarang udah ga disebut begitu lagi), mereka membuat sebuah museum yang menggambarkan betapa kejamnya kaum pendatang pada masa awal kedatang ke Benua Australia.
Nah, how about our lovely country, Indonesia? Sejujurnya masih banyak misteri masa lalu Indonesia yang masih ditutup-tutupi dan oleh sebagian pihak dicurigai adalah akibat dari campur tangan pemerintah secara langsung maupun tidak langsung. Contoh sederhana adalah G30S/PKI.
Sederhana. Partai Komunis Indonesia mau menumbangkan pemerintahan Soekarno, lalu Soekarno meminta tolong pada Soeharto melalui surat, lalu Soeharto dan Pancasila berhasil menggagalkan upaya tersebut. Indonesia menang. Is it right?
Wrong.
Amerika ada di antaranya. Gossip? Conspiracy theory? Not at all. Ini fakta sejarah. Bahkan dibahas secara terbuka di Amerika. Pada awalnya mereka mendukung si A. Ketika A sudah mulai goyang dan sudah ga bisa lagi diajak kerjasama, maka kelompok yang ingin menjatuhkan A akan mendapat dukungan dari mereka. Misalnya dukungan berupa persenjataan.
Ini berkali-kali terjadi dalam sejarah dunia. Mulai dari Irak, Iran, bahkan yang sedang populer sekarang, ISIS. Dulu, ISIS sempat diberikan dukungan oleh Amerika Serikat ketika berusaha menumbangkan rezim yang berseberangan dengan mereka. But now, Amerika dan Iran (iya, Iran) bekerjasama untuk menghancurkan ISIS.
Back to Indonesia, Soekarno dulu didekati dengan berbagai cara oleh Amerika. Bahkan kalo ga salah, gua pernah baca Amerika menggunakan Marilyn Monroe untuk mendekati Soekarno yang kita tahu pencinta wanita (kayaknya sih). Selain itu, Amerika juga menjadi penengah dalam konflik Papua Barat antara kita dan Belanda. Pada akhirnya, Amerika membantu Indonesia untuk mendapatkan Papua Barat dan dunia meyakini bahwa ada timbal baliknya. Mungkin emas.
Tapi, lama-lama Soekarno tidak dapat dikuasai. Lalu, pada akhirnya mereka mendukung Soeharto untuk menggulingkan Soekarno. Mendengar ini mungkin pembaca akan menganggap bahwa gua kemakan teori konspirasi. Tapi, silahkan kalian telusuri lewat Google atau Youtube sendiri pernyataan Mitt Romney dalam debat capres dari Partai Republik. Ketika ditanya bagaimana cara menyelesaikan sebuah konflik negara di Timur Tengah, dalam tayangan live dia mengatakan, “Kita bikin lagi seperti yang kita lakukan di Indonesia pada 1965”.
Apakah itu berarti bukan PKI yang menculik dan membunuh para jenderal? Untuk masalah ini, versi sejarahnya ada banyak. Namun, ada satu hal yang pasti. Sejarah yang kita pelajari di buku sekolahan itu perlu dipertanyakan kembali. Siapa yang bertanggungjawab atas kebenarannya? Tentu Pemerintahan Indonesia. Bayangkan saja, dalam kurun setahun dari 1965-1966 ada kurang lebih 500 ribu jiwa yang dibunuh dan 1 juta jiwa dipenjara tanpa melewati proses hukum, karena mereka pendukung PKI maupun dianggap komunis.
Padahal, PKI itu adalah partai yang sah. Mendukung PKI pada zaman itu, sama seperti mendukung Partai Amanat Nasional, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera di zaman sekarang. Kalaupun ada pembesar partai yang melakukan kesalahan atau kejahatan, bukan berarti sebagai pendukungnya juga ikut bersalah, kan?
Masih banyak masa lalu kita yang gelap dan belum pernah menemukan titik terang.
Bagaimana dengan penembakan mahasiswa Trisakti? Apakah yang memerintah itu disidangkan? Bagaimana dengan kerusuhan 1998? Wiji Thukul? Ataupun kasus Munir? Khusus untuk kasus Munir, tidak pernah terungkap siapa yang memerintahkan Pollycarpus untuk meracuni Munir. Pollycarpus adalah agen Badan Intelijen Negara (BIN). Namun, petinggi yang memerintah dia tidak pernah terungkap, ditangkap, dan diproses. Selama kasus Munir itu belum selesai, maka kita belum bisa berbicara tentang kebenaran secara aman dan lantang. Sebabnya, Munir is murdered because he is too close with the truth.
Negara belum berani membuka semua itu. Pelakunya masih hidup dan bebas berkeliaran. Membukanya berarti menimbulkan perang besar dalam negara kita. Padahal yang diharapkan dari negara Indonesia oleh semua pihak adalah mengakui kesalahan mereka dan mengakui kalau ada campur tangan pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung, Then, dari situ kita bisa menyikapi secara hukum, dan kita bisa mulai maju.
Karena kita tidak akan bisa maju kalau kita belum bisa berdamai dengan masa lalu.
Nah, begitu. Jadi kita harus berdamai dengan masa lalu. Siapapun kita. Kalau kita mau maju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar